Thursday, March 27, 2008

Bandung 20-23 Maret 2008 (part 1)

Bandung, kota yang sangat ingin kujamah mulai tahun lalu. Akhirnya waktu jua mempertemukan kita. salah satu kota mode tanah air. Termsuk dalam jajaran basis perjuangan kemerdekaan. Dengan sederet kemolekan seni terbalut sentuhan keindahan alam mengelilingi. Dingin yang sungguh "menggugah" hhmmm....
halah nglindur iki mau...:D

Beberapa hal didunia ini memang mengandung min plus. Tak terkecuali perjalan dengan system instan ini. Karena liburan panjang selama 4 hari, semua tiket yang langsung ke Bandung mulai dari pesawat, kereta sampai bus pun habis, menyisakan bungkus kardus tiket yang tentunya duduk manis di loket masing-masing.

Akhirnya kami (aku, Devi, Erik + Anton) sambung menyambung by bus alias ngecer untuk ke kota itu. Sampai bungur jam 9 malam, terpampang tajam puluhan kepala manusia di depan pintu bus patas jurusan Surabaya-Semarang dengan pintu yang masih terkunci rapat. Mirip orang antre mitan akibat stok pertamina yang kena sunat. Pintu pun terbuka. Puluhan nyawa itu memaksimalkan raga masing-masing untuk mencapai kenikmatan di atas kursi empuk dalam bus. Tak terkecuali kami, jantung berpacu kencang mengeksploitasi tenaga. Tapi apa daya, tubuhku yang kecil tak mampu memanjakan jiwaku.Rupanya bus ekonomi adalah pilihan paling realistis. Tak ada yang mau berbaris dekat bis itu (walaupun akhirnya penuh juga 10 menit kemudian). Tepat pukul 11 malam roda mulai menggesek jalan. Sesak penumpang tak mampu menghangatkan udara dingin yang menyelinap.

Makan sahur dimulai. yah, lagsung teringat bulan ramadhan ketika bus tandang ke sebuah tempat makan di Tuban sekitar jam 2 dini hari. Dasar apes, ternyata beras masih tenggelam dalam air. Kusempatkan mengurangi batang rokok untuk sekedar menipu pikiran. Lima menit aku tertipu. Piston kembali berputar membawa beban para ahli kubur.

Kebesaran kota Semarang ternyata tak berbanding lurus dengan terminal bus yang dimiliki. Berharap melihat kemewahan, eh ternyata malah genangan air hujan menyambut kami. Sebatang penipu otak mengantarku ke warung terminal. Menu pecel kupikir paling aman untuk lidah orang jawa timuran. lapar memang lauk yang paling nikmat hehe..

Dalam situasi liburan, mesin jam selalu berakselerasi. PO Coyo Semarang-Cirebon kupilih jadi andalan untk menguntitnya (karena tak ada lainnya). Bahkan lebih bagus jika bisa mendahului. Tapi sayang, harapanku sepertinya bertepuk sebelah. Entah sang pengemudi atau kuda besinya yang kurang canggih hingga harus menempuh 8 jam untuk mencapai kota Cirebon.Geblek!

Warung-warung tampak berjejer begitu indah di terminal Cirebon. Bukan karena arsitekturnya, bukan pula penjualnya, apalagi masakannya! Melainkan akibat rangsangan perut lapar tentunya. lidah yang dari tadi bertanya-tanya tak kupedulikan. Sekali lagi, lauk nomor satu adalah lapar...!!!

Kalau pagi tadi merasakan grobak merek Coyo yang berlari kayak coro, sekarang giliran naik patas yang lebih mantap. kami memang belum sadar berapa lama waktu tempuh Cirebon-Bandung, tapi perjalanan asing ini terasa lebih istimewa. Terlebih ketika bus melewati pegunungan di daerah Sumedang. Hijau, bersih, ditambah rintikan hujan sore. Mungkin akan lebih sejuk andai kaca bus bisa dibuka :)

Jam 8 malam, Cicaheum Bandung terminal menyambut. Rintikan hujan sepertinya belum mau berpisah sejak berkenalan di Sumedang tadi. perjalanan masih panjang man! untuk mencapai Lembang (tempat menginap) masih harus ditempuh selama 1 jam naik angkot. Disana Fajar Sudah menunggu.

Fajar ini termasuk salam rumpun manusia juga. Dia sudah tiba dari Jakarta mulai sore. Mencarikan tempat menginap, sewa motor, dokumentasi, bahkan as guide dalam tour ini. Terimakasih bro, tanpa dirimu kami takkan menemukan kotak pembuka radar.


to be continued...

Tuesday, March 04, 2008

gelap...

suatu kata yang identik dengan sunyi...
sepi...
tanpa gairah...
membosankan....
katak dalam tempurung....
fiuh...

gambaran situasi kantor mulai seminggu lalu...
internet dengan keterbatasan yang sangat...
memprihatinkan...
sekali...
amat....
ribuan bahkan billion jurus tercobakan...
rayab dan kecoa pun mati kelaparan...
ah...
hanya menambah resistansi tembok berduri rutan sialan....


adakah seorang teliksandi yang bisa mengirim selembar kain...?
adakah seorang rambo menembakkan basoka atu minimal panah...?
adakah seorang pelacur mencekok penjaga dengan ramuan obat tidur...?

lapar...
haus...
menggatalkan tenggorokan...
bubur para koki sialan itu...
ah...
tidak manusiawi...
sangat...